04 Mei, 2010

A journey to the past...

Tiba-tiba iseng, membongkar file-file jaman SMA dan menemukan beberapa tulisan.
salah satu diantaranya adalah tulisan dibawah ini.

“Disini waktu berjalan begitu cepat. Padahal 60 hentakan balok panjang itu dikenal dengan nama menit dan kesatuan daripadanya adalah jam”

Kalimat itu terus terngiang di telingaku. Entah bagaimana caranya namun kata itu terus menempel disekujur badan sel kelabu yang bersarang di balik tengkorak selama 1 kali perputaran bumi terhadap benda bulat imut yang memantulkan cahaya yang mnereka panggil ”Bulan”. Apakah karena Shinagawa dan Shibuya sepakat menelan habis waktu 13 menit waktuku di kereta? Atau karena kepergian temanku yang belum genap 440 jam? Oh..lebih mungkin karena hasratku yang bergitu besar untuk membongkar dan menelusuri setiap seluk-beluk toko buku Gramedia yang jaraknya lebih dari 1000 mil lepas dari pantai Tokyo?

Aku ingin menangis....
Tapi apa yang akan kukambinghitamkan untuk menjadi alasanku memperkerjakan kelenjar airmataku secara paksa tanpa bayaran yang tidak pernah cukup layak menerima usapan lebih dari tissue bekas menyedot hidung? Ohh...tidak....

Hangat matahari menyengat terlalu dashyat di siang itu. 20 remaja tanggung sedang duduk tak berdaya melawan hebatnya kantuk dan tarikan garis kapur yang membentuk kurva fungsi kuadrat....
”Hampa terasa hidupku tanpa dirimu......”
”Berisik!”
”Hey, what’s wrong with you, mates?”
“Lagu sialan itu ngingetin gua waktu gua nge-dumped si Rico!”
“So what? -my mamma likes you…..-
“Parno aja!”
“Oh…temennya si memet anak 3-5 itu yak? Gua kenal tuh...dia kan suka bolos udah gitu pernah ketauan make di toilet...udah gitu yah.....”
”Arrgghh......”

”Bunga itu terlalu memikat hati.....”

Apa hebatnya mawar merah? Dia hanya layak untuk dijadikan pemanis dalam syair lagu dangdut. Tapi mengapa perempuan rentan jatuh karna setangkai mawar merah yang tangkainya terselubungkan duri tajam tak berati yang bermakna tak lebih dari sekedar gertakan kosng? Bunga itu bahkan tak bisa lebih dari 6 jam tanpa air untuk kemudian layu, membusuk dan mengotori vas bunga kesayanganku.....

”Tapi bunga itu sungguh indah....”

Sore hari diatap sekolah membuat kota ini semakin mempesona. Atap ini tak lebih dari sekedar tempat bertenggernya pipa-pipa besar yang bekerja tanpa henti setiap harinya. Dari atap ini bunga itu terlihat begitu anggun. Dia bahkan tak punya tempat untuk menumbuhkan semacam jarum tajam seperti yang dilakukan mawar merah itu. Dari pangkal hingga ke ujungnya hanyalah bunga cantik itu yang akan kau dapati.
Atap ini becek. Kemarin Tuhan sedang berbaik hati untuk mentraktir seisi kota metropolitan ini dengan air segar dari awan yang tadinya memuat listrik positif dan negatif. Walaupun hujan kemarin berhasil membuat atap ini becek dan memukul jatuh mahkota itu tapi tetap saja tak dapat mengurangi keanggunan menara merah jalinan besi tua simbol kesombongan ras mongoloid yang tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

Kata Hujan, ”Lihat saja nanti, hasil kerjaku hari ini besok dan seterusnya, akan membuat kata ”korosit” menempel pada setiap inchi besi merah tua ini, ya...satu hari nanti”

Bunga itu berkelas. Dia bahkan tak pernah muncul di toko-toko bunga emperan jalan. Bahkan Rosalinda takkan cukup berani untuk menaruhnya di telinganya seperti yang dilakukannya pada mawar putih itu....

”Mawar lagi! Mawar lagi!”

Bunga itu hanya menonjolkan sisi lemah para wanita melankolis yang telah lama berkubang dalam Lumpur yang bernama “Sinetron”. Tidak dengan yang merah maupun yang putih...

Hey! Jika merah berarti berani dan putih berarti suci mengapa kedua negara ini tidak memenuhi kain 3 : 2 mereka dengan kedua mawar dengan warna yang berbeda? Pantas untuk mereka karna mereka lebih dikenal yang satu dengan “sinetron” dan yang satu lagi dengan “talk show” daripada meningkatkan yang satu upah kerja dan yang satu lagi social community?

Lalu apa bedanya dengan negara tempatku berpijak ini dengan negara yang pertama kali mendengar tangis kedinginanku? Mereka sama-sama sepakat dengan bunga itu. Bedanya hanyalah putih lebih mendenominasi bulatan merah kecil dan mungil itu. Apakah digital kamera lebih populer daripada kasus bunuh diri yang semakin meningkat? Ataukah itu berarti mereka lebih suci daripada berani?


jangan tanya gue, apa inti dari tulisan ini. karna gue pun gak ngerti apa yang tadinya mau gue tulis. pastinya gue lupa apa yang tadinya mo gue tulis dan sepertinya tulisan ini belum beres. hehehe..

tanpa judul. tanpa fokus. tapi tulisan ini menarik. mengapa? karna tulisan ini sedikit banyak menggambarkan apa saja yang pernah lewat di kepala gue waktu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar